Senin, 25 November 2013




MAKALAH
KEMATANGAN BERAGAMA DAN MENIFESTASINYA DALAM KEHIDUPAN KEBERAGAMAAN
Tugas ini di susun guna melengkapi tugas mata kuliah  Psikologi Agama yang diampu oleh
Dr. Mukti Ali, M.Hum
Disusun oleh:
Rudi Triyo Bowo                    :111-11-082
Muhamad Lutfi Aziz     :111-11-110
Agus Yulis Setiawan   :111-11-211

JURUSAN TARBIYAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA





BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Di dalam kehidupan manusia mengalami proses perkembangan. Dalam perkembangan tersebut manusia mengalami dua macam perkembangan yaitu perkembangan jasmani dan perkembangan rohani. Perkembangan jasmani tampak nyata pada perubahan bentuk fisik  manusia mulai dari bayi sampai dewasa. Sedangkan  perkembangan rohani seseorang diukur berdasarkan tingkat kemampuan, pencapaian tingkat kemampuan tertentu bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan . Kematangan itu bermacam-macam, salah satunya kematangan terhadap kegiatan beragama. Kematangan ini menandai apakah orang dalam kesehariannya mampu memahami dan mengamalkan ajaran agamanya atau tidak.
Kita dapat menilai seseorang matang atau tidak dalam beragama adalah dengan mengamati perilaku kesehariannya dalam keberagamaan. Dalam makalah ini kami mencoba untuk memaparkan kriteria orang yang matang beragama yang erat kaitannya dengan perkembangan manusia dan juga pengertian perilaku keberagamaan serta manifestasi kematangan beragama dalam perilaku keberagamaan sehari-hari.

B.   Rumusan Masalah
1.    Apakah pengertian kematangan beragama ?
2.    Faktor apa saja yang mempengaruhi kematangan beragama ?
3.    Apakah pengertian perilaku keberagamaan ?
4.    Bagaimana manifestasi kematangan beragama dalam kehidupan keberagamaan ?

C.   Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini selain memenuhi tugas mata kuliah psikologi agama, juga agar mahasiswa mampu mengetahui tentang pengertian kematangan beragama serta manifestasi atau perwujudan dalam perilaku keberagamaan sehari-hari.



















BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Matang Beragama.
Di dalam kehidupan manusia mengalami proses perkembangan. Dalam perkembangan tersebut manusia mengalami dua macam perkembangan yaitu perkembangan jasmani dan perkembangan rohani. Perkembangan jasmani sering juga disebut pertumbuhan fisik tampak nyata pada perubahan bentuk fisik manusia mulai dari bayi sampai dewasa.
Sedangkan  perkembangan rohani seseorang diukur berdasarkan tingkat kemampuan, pencapaian tingkat kemampuan tertentu bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan. Kematangan itu bermacam-macam, salah satunya kematangan terhadap kegiatan beragama. Kematangan ini menandai apakah orang dalam kesehariannya mampu memahami dan mengamalkan ajaran agamanya atau tidak.
Secara garis besar kematangan beragama seseorang adalah kemampuan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya. Orang tersebut menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku. Nilai-nilai tersebut menjadi ciri dari kematangan beragama, jadi kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati serta mewujudkan  nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Orang tersebut menganut suatu agama karena menurut keyakinannya agama tersebutlah yang terbaik. Karena itu ia berusaha menjadi penganut yang baik, keyakinan itu ditampilkannya dalam sikap dan tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap agamanya.

B.   Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Beragama
Sama dengan faktor yang mempengaruhi perkembangan psikologi seseorang, kematangan beragama seseorang juga dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intern dan ekstern.
1.    Faktor intern yaitu sesuatu yang berasal dari seseorang tersebut. Faktor intern yang dapat mempengaruhi perkembanagan kematangan beragama seseorang antara lain :
a)    Kondisi fisik dan stuktur tubuh.
b)    Koordinasi motorik.
c)    Kemampuan mental yang meliputi kecerdasan, hambatan mental serta bakat khusus.
2.    Faktor ekstern yaitu sesuatu yang berasal dari lingkungan seseorang tersebut. Mulai dari lingkungan keluarga sampai dengan lingkungan dimana seseorang tersebut hidup sehingga membentuk karakter.
Selain itu ada faktor lain yang juga mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang yaitu kebudayaan tempat dimana seseorang itu dibesarkan. Kebudayaan turut mempengaruhi pembentukan pola tingkah laku serta berperan dalam pembentukan kepribadian. Kebudayaan yang menekankan pada norma yang didasarkan kepada nilai-nilai luhur seperti kejujuran, loyalitas, kerja sama bagaimanapun akan memberi pengaruh dalam pembentukan pola dan sikap yang merupakan unsur dalam kepribadian seseorang.
Dalam kehidupan normal seorang yang sudah mencapai tingkat kedewasaan akan memiliki pola kematangan rohani seperti kematangan berpikir, kematangan kepribadian, kematangan emosi ataupun kematangan beragama. Tetapi dalam praktek yang terjadi adakalanya antara kedewasaan jasmani dan kematangan rohani ini tidak berjalan sejajar. Secara fisik (jasmani) seseorang mungkin sudah dewasa, tetapi secara rohani ia ternyata belum matang.
Selain itu dalam kehidupan tidak jarang dijumpai seseorang yang taat beragama dilatar belakangi oleh berbagai pengalaman agama serta tipe kepribadian masing-masing. Kondisi seperti ini menurut temuan psikologi agama mempengaruhi sikap keagamaan seseorang. Dengan demikian pengaruh tersebut secara umum memberi ciri-ciri tersendiri dalam sikap keberagamaan masing-masing.


C.     Pengertian Perilaku Keberagamaan
Perilaku (behavior) adalah segala tindakan yang dilakukan oleh organisme. Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsang atau lingkungan
Sedangkan  agama dan berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari akar kata a yang berarti tidak, dan gama berarti kacau atau kocar-kacir. Dengan demikian agama dapat berarti tidak kacau atau tidak kocar-kacir. Pengertian serupa ini tampak sejalan dengan akal, karena dilihat dari segi peranan yang dimainkannya, agama dapat memberikan pedoman hidup bagi manusia agar memperoleh ketentraman, keterarutan, kedamaian dan jauh dari kekacauan dalam hidupnya.
Menurut Ahmad Tafsir, beragama adalah masalah sikap. Di dalam Islam, sikap beragama itu intinya adalah iman. Jadi yang dimaksud beragama pada intinya adalah beriman.
Perilaku beragama merujuk kepada aspek rohaniah individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah yang merefleksikan serta mempraktekan ke dalam peribadatan kepada-Nya, baik yang bersifat hablumminallah maupun hablumminannas.
Dengan demikian perilaku beragama adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh seseorang yang berkaitan dengan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. Dengan kata lain, tingkah laku atas norma-norma, nilai atau ajaran dan doktrin-doktrin agama yang dianutnya. Dalam ajaran Islam , perilaku agama merupakan perilaku yang didasarkan atas nilai-nilai agama Islam, baik yang bersifat vertikal maupun yang bersifat horizontal.
Keberagamaan atau religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tetapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Bukan hanya yang berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat mata, tapi juga aktivitas yang tak tampak dan terjadi dalam hati seseorang.
Menurut Glock dan Stark (Robertson, 1998), ada lima macam dimensi keberagamaan, yaitu :

1.    Dimensi keyakinan.
Dimensi ini berisi pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran  tertentu.
2.    Dimensi praktek agama.
Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya.
3.    Dimensi Penghayatan.
Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu.
4.    Dimensi pengetahuan agama.
Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, kitab suci dan tradisi-tradisi.
5.    Dimensi pengamalan atau konsekuensi.
Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari.
Dari kelima dimensi tersebut di atas, dimensi tersebut merupakan kaitan antara iman, ilmu dan amal. Dimesi keyakinan merupakan cakupan dari aspek iman, dimensi pengetahuan agama merupakan cakupan dari aspek ilmu dan dimensi pengalaman merupakan cakupan dari aspek amal. Kemudian dari aspek amal terbagi menjadi dua yaitu amal yang langsung berhubungan dengan pencipta contohnya shalat, puasa, haji dan sebagainya dan amal yang berhubungan dengan manusia atau mu’amalah seperi berbuat baik terhadap tetangga, menghormati kedua orang tua dan lain-lain.
Perilaku keberagamaan merupakan respon dari realitas mutlak sesuai dengan konsep Untuk mewujudkan satuan perilaku beragama diperlukan suatu proses panjang ynag menyangkut dimensi kemanusiaan baik pada aspek kejiwaan, perorangan maupun kehidupan kelompok. Unsur ini disimpulkan dari sifat ajaran agama yang menjangkau keseluruhan hidup manusia, karena manusia memiliki dimensi kejiwaan perorangan atau kelompok.

D.   Manifestasi Kematangan Beragama dalam Kehidupan Keberagamaan
Dalam pandangan Islam, manusia dilahirkan dengan dianugerahi potensi keberagamaan (spiritual). Seiring dengan perkembangan fisik dan psikis (mental) yang dialami oleh setiap orang dari fase ke fase, maka perkembangan tingkat keberagamaannya pun berbeda-beda. Adanya perbedaan dalam memahami agama dan adanya perbedaan perkembangan karakteristik dalam berbagai aspek pada setiap orang, menjadikannya pula berbeda-beda dalam tingkat keberagamaan.
Selain itu perbedaan keberagaman dalam beragama juga berawal dari perbedaan kedudukan dan derajat mempengaruhi pula kehidupan sosial, ekonomi, dan politik mereka. Di dalam Al-Quran juga terdapat adanya tingkatan-tingkatan keberagamaan dalam istilah tingkat muttaqin, tingkat mu’min dan tingkat muhsin.
Dalam manifestasinya perilaku keberagamaan diukur dari aspek aqidah, ibadah, dan akhlaknya. Tetapi, karena aqidah merupakan hal yang bersifat abstrak dan penelusurannya sangat sulit melalui inderawi, maka pengukuran tingkat keberagamaan seseorang dapat ditelusuri melalui rutinitas pelaksanaan ibadahnya dan penampilannya melalui akhlaknya.
1.    Rutinitas pelaksanaan ibadah, tercakup di dalamnya ibadah wajib dan sunnat.
2.    Pada masalah akhlak tercakup di dalamnya akhlak al-mahmudah dan akhlak mazmumah. Akhlak al-mahmudah misalnya kepatuhan terhadap kedua orangtua, menghormati guru dan etika dalam berpakaian. Sedangkan akhlak mazmumah adalah membantah kedua orangtua, tidak menghormati guru dan tidak beretika dalam menggunakan pakaian.
Kebanyakan dalam pelaksanaannya walaupun tidak menjalankan ajaran agama secara konsekuen, tetapi mereka tetap percaya akan adanya Tuhan, bahkan telah bersaksi melalui syahadat, maka minimal mereka menempati kategori Mukmin dalam arti percaya terhadap Tuhan. Dengan kata lain, seorang Muslim yang mengakui adanya ajaran agama, tetapi ia tidak melaksanakannya secara konsekuen, maka orang tersebut tidak boleh dicap sebagai kafir dalam arti telah keluar dari Islam.


























BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Perkembangan pada manusia terjadi dalam dua macam yaitu perkembangan jasmani atau fisik dan perkembangan rohani atau psikis. Perkembangan jasmani tampak nyata pada perubahan bentuk fisik  manusia mulai dari bayi sampai dewasa. Sedangkan  perkembangan rohani seseorang diukur berdasarkan tingkat kemampuan, pencapaian tingkat kemampuan tertentu bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan. Kematangan itu bermacam-macam, salah satunya kematangan terhadap kegiatan beragama. Kematangan ini menandai apakah orang dalam kesehariannya mampu memahami dan mengamalkan ajaran agamanya atau tidak.
Dalam pelaksanaanya perilaku keberagamaan diukur dari aspek aqidah, ibadah, dan akhlaknya. Tetapi, karena aqidah merupakan hal yang bersifat abstrak dan penelusurannya sangat sulit melalui inderawi, maka pengukuran tingkat keberagamaan seseorang dapat ditelusuri melalui rutinitas pelaksanaan ibadahnya dan penampilannya melalui akhlaknya.









DAFTAR PUSTAKA

DepDikBud, Kamus Besar Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,1989
Thoulless, Robert. Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali Press. 1992
Daradjat, Zakiah. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang 1997
Bahtiar, Amsal. Filsafat Agama. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1997
Jalaluddin. Psikologi Agama. Edisi revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.     2002
http://imron009.blogspot.com/2013/02/psikologi-agama-kematangan-beragama.html

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar